Home » , , , » Politik Ala Surya Paloh

Politik Ala Surya Paloh

Written By Safrizal on Senin, 09 September 2013 | 14.26

HeadlineINILAH.COM, Jakarta - Salah seorang pengamat sekaligus sahabat mencatat, cara berpolitik dan berbisnis Surya Paloh telah berubah drastis. SP, demikian panggilan akrabnya tidak lagi menggabungkan kegiatan politik dan bisnis.

"Kalau dulu SP menggabungkan politik dan bisnis, sekarang dua-duanya dia pisahkan. Kegiatannya di dunia politik penuh, sementara semua bisnisnya dia serahkan kepada para profesional. Seluruh anggota grup mulai dari media, catering, hotel dan pertambangan memiliki penanggung jawabnya. Tetapi secara keseluruhan, ditangani seorang CEO. Saya dengar profesional yang dipercaya, pernah bekerja di sebuah perusahaan multi nasional," ujar sang pengamat.
Sorotan terhadap perubahan cara SP berpolitik dan berbisnis mengemuka, sebab tahun ini SP membuat beberapa langkah 'kejutan'. Dengan Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar, SP sudah 'berdamai'. Perdamaian mereka ditandai oleh silahturahmi. Konon, ketika SP menyelenggarakan Open House di kediamannya daerah Permata Hijau, Jakarta Selatan, salah satu tamu pentingnya adalah Aburizal Bakrie alias Ical.
Di bulan yang sama, SP juga mengumumkan bergabungnya Jan Darmadi ke Partai Nasdem. Jabatan yang disandang pengusaha senior itu, tak tanggung-tanggung, Ketua Majelis Tinggi.
Yang mengejutkan bukan hanya kepercayaan yang diberikan SP kepada pengusaha properti yang juga menangani Kasino di Jakarta di era 1970-an. Tetapi kemampuan atau keberhasilan SP meyakinkan Jan Darmadi masuk dalam dunia politik, padahal selama lebih dari seperempat abad, ia dikenal sebagai seorang pengusaha a-politik.
Di era Partai Golkar masih sangat berkuasa pun, Jan Darmadi mampu bertahan sebagai pengusaha non-partisan. Padahal di era jayanya Golkar itu, putera mahkota Salim Group, Anthony Salim tak bisa menghindari dari bujukan maupun tekanan Golkar. Demi kemananan bisnis dan lain-lain, Anthony Sallim mau tidak mau menjadi kader Golkar.
Jan Darmadi yang dikenal sangat dekat dengan Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jaya, tidak pernah tertarik masuk partai politik. Oleh sebab itu keberhasilan SP meyakinkan Jan Darmadi, merupakan "sesuatu banget". Terutama jika kebesaran dan kekuatan Nasdem saat ini dibandingkan dengan Golkar di masa jayanya.
Nasdem yang belum punya rekam jejak seperti Goljar di tahun 1980-an, sudah mampu menarik simpati orang-orang yang sejatinya tidak suka berpolitik. Jabatan Ketua Majelis Tinggi yang dipercayakan kepada Jan Darmadi tidak kalah prestisius dibanding Ketua Dewan Pakar yang ditinggalkan Hary Tanoe.
Sorotan terhadap putera berdarah Aceh ini juga mengemuka, sebab Nasdem (Nasional Demokrat) mulai disebut-sebut berpeluang besar meraih suara yang cukup signifikan di Pemilu Legislatif 2014. Sekalipun Nasdem baru pertama kalinya ikut Pemilu, tapi partai besutan SP itu seperti menuai keberuntungan yang berawal dari undian nomor urut peserta Pemilu.
Sekalipun nomor urut bukan merupakan penentu utama dalam peroleh suara di Pemilu Legislatif tapi nomor urutnya Nasdem tergolong mudah diingat oleh para konstituen. Nasdem mendapatkan nomor cantik urutan ke satu (1).
Bukan mustahil dengan nomor yang mudah diingat, tim pencitraan Nasdem yang dipimpin pakar komunikasi Jeanette Sudjunadi, bakal lebih mudah mengemas materi-materi promosi partai politik yang baru berusia seumur jagung itu.
Sorotan terhadap SP wajar. Sebab di bawah pengawalannya, Nasdem menjadi satu-satunya partai yang baru didirikan, tapi langsung bisa lolos verifikasi KPU (Komisi Pemilihan Umum) sehingga berhak mengikuti Pemilu Legislatif 2014.
Dengan berbagai latar belakang dan fakta tadi, bukan mustahil Nasdem meraih suara yang memberinya hak untuk mencalonkan sendiri kader atau tokohhya menjadi Capres 2014. Jika ini terjadi Nasdem bisa menjadi kendaraan politik yang paling baik bagi SP menuju kursi Presiden RI.
Namun salah satu hal yang menarik, sejauh ini SP tidak atau belum pernah mau menyinggung tentang rencana politiknya termasuk ambisi menjadi Presiden RI di 2014. Yang dia garis bawahi selalu bahwa Nasdem ingin melakukan restorasi nasional.
Perdamaiannya dengan Ical semakin layak disorot sebab pertemuannya dengan bekas Ketua Umum Kadin itu di acara halal bihalal 2013, di kediaman Jusuf Kalla, sangat "encouraging". Bisa dijadikan contoh faktual oleh semua elit politik. Bagi yang sedang berkonflik, sebaiknya mengakhiri masa permusuhan dan memulai babak baru yang lebih bersahabat.
Jika contoh ini di-blow up dengan niat positif, perdamaian seperti itu, sangat baik bagi bangsa yang sebentar lagi akan memasuki Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden.
Di acara halal bihalal tersebut, SP terlihat sangat akrab dengan Aburizal Bakrie, politisi yang dikenal sempat dimusuhi olehnya. SP, sembari melingkarkan tangan kirinya ke pundak Aburizal alias Ical, sambil tertawa lepas terus menghidupkan pertemuan yang juga dihadiri beberapa tokoh poliitik. Penampilannya itu menghapus persepsi selama ini bahwa SP dan Ical tak mungkin bisa berdamai (lagi).
Atau SP bisa menjadi contoh baik dalam mengakhiri sebuah konflik. Bisa juga contoh perdamaian itu dijadikan patokan bahwa politik dan persahabatan individu harus dipisahkan, bisnis dan politik tidak boleh dicampur. Perselisihan pribadi jangan diangkat ke ranah publik, dst, dst.
Mengapa berakhirnya permusuhan SP-Ical menjadi sorotan? Semenjak Munas Golkar Oktober 2009 di Pekanbaru, Riau dimana Ical mengalahkan SP dalam perebutan kursi Golkar-1, hubungan kedua politisi senior itu terus memburuk. Permusuhan nyaris bergeser ke pertikaian pribadi. Puncaknya SP keluar dari Partai Golkar.
Berdirinya Partai Nasdem, yang diawali pembentukan Nasdem sebagai sebuah organisasi massa (ormas) tidak lepas dari membesarnya perselisihan SP dan Ical di Golkar. SP yang sudah menjadi anggota Golkar selama 30 tahun, mau tak mau harus keluar dari partai berlambang pohon beringin itu. SP diultimatum oleh Ical maupun fungsionaris lainnya.
SP seperti dihadapkan pada pilihan, tetap menjadi kader Golkar tapi akan terus disetir oleh Ical atau keluar dari Golkar untuk membesarkan Nasdem dengan berbagai risiko. SP akhirnya memilih yang terakhir.
Imbas dari permusuhan keduanya melebar ke kebijaksanaan redaksional dari media-media yang mereka berdua miliki. SP merupakan pemilik Metro TV dan Media Indonesia serta Lampung Post. Sedangkan Ical pemilik TVOne, AnTV dan Viva News Dotkom. Pemberitaan kedua media milik mereka, jika sudah menyangkut Golkar dan Nasdem menjadi 'bias'.
Oleh sebab itu pemandangan yang memperlihatkan kembalinya persahabatan antara SP dan Ical, bukan hanya positif bagi kedua tokoh, komunitas pers, tetapi juga bagi dunia politik dan dunia bisnis Indonesia. [mdr]
Share this article :

Posting Komentar

 
Creating Website by Safrizal | Liga Mahasiswa NasDem Aceh Korkom Unimal
Copyright © 2013. DPD Partai NasDem Aceh Utara - All Rights Reserved
Sekretariat: Jl. Merdeka Barat No. 175 C Cunda, Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh
powered by Tim Pemenangan Partai NasDem Aceh Utara